Sultan Palembang Pertama
Bantu Kami untuk Berkembang
Mari kita tumbuh bersama! Donasi Anda membantu kami menghadirkan konten yang lebih baik dan berkelanjutan. Scan QRIS untuk berdonasi sekarang!
Yuk, beri rating untuk berterima kasih pada penjawab soal!
© 2014 Insictech Musicland Sdn Bhd
℗ 2014 Insictech Musicland Sdn Bhd
Offenbar hast du diese Funktion zu schnell genutzt. Du wurdest vorübergehend von der Nutzung dieser Funktion blockiert.
Beliau juga sebagai salah satu Sultan Palembang yang alim dan bijaksana.Nama lengkapnya ialah Sultan Ahmad Najamuddin anak Sultan Mahmud Badaruddin Lemabang
Ibunya bernama Raden Ayu Ciblung binti Pangeran Surya Wikrama Subekti bin Sunan Abdurrahman Candi Walang. Ia dilahirkan sekitar tahun 1710 M di lingkungan Keraton Palembang. Putera ke 2 dari 32 bersaudara.
Sebagaimana biasanya di lingkungan keraton, pendidikan awalnya didapat dari ayahnya sendiri, Sunan Lemabang, kemudian ia menuntut ilmu agama pula kepada ulama-ulama besar Palembang waktu itu seperti: Faqih Jalaluddin, Khatib Ahmad Marta Kusuma, Syekh Sayid Abdurrahman Maula Taqoh, dll. Gurunya yang tersebut terakhir ini seorang habib yang menjabat sebagai ulama dan imam di kesultanan.
Selain dikenal sebagai ulama dan waliyullah, ia juga sebagai tokoh pembangunan baik dalam bidang fisik maupun ekonomi.
Pada tahun itu juga ia membangun menara Masjid Agung Palembang (menara lama). Sedang untuk pemakamannya, ia membangun “Gubah Tengah” di komplek Kawah Tekurep Lemabang.
Dalam bidang ekonomi, ia mulai mengadakan kontrak dagang dengan kompeni Belanda terutama lada dan timah , serta memperbaharui surat-surat perjanjian lainnya yang dibuat pada masa Sunan Abdurrahman (1662, 1678, 1679, 1681, 1691), Sultan Agung (1722) dan Sunan Lemabang (1755), dll.
Putera-Puteri Sultan Susuhunan Ahmad Najamuddin Adikesumo
Sultan Ahmad Najamuddin mempunyai lebih delapan orang isteri, yang tertua ialah Permaisuri Ratu Sepuh Raden Ayu Murti binti Pangeran Arya Kusuma Cengek bin Pangeran Ratu Purbaya, Masayu Kedaton Brunai, Nyimas Banowati, Masayu Kecik, Masayu Sa’diyah, Masayu Buri, Masayu Kasiah, Nyimas Tijah, dan lain-lain. Dari perkawinannya ini dianugerahi 46 orang anak.
Sultan Ahmad Najamuddin wafat tanggal 6 Zul Qaidah 1190H (1776), malam Senin. Dimakamkan di Gubah Tengah.
Palembang, sumselupdate.com – Kesultanan Palembang, salah satu kerajaan Islam yang dikenal di seluruh nusantara Indonesia, kesultanan Palembang dipimpin raja yang dikenal dengan Sultan Mahmud Badaruddin ll.
Dilansir dari berbagai sumber dan dilansir dari jurnal sejarah Islam di Palembang.
Berdirinya Kesultanan Palembang tidak lepas dari Kerajaan Sriwijaya setelah ditaklukkan Majapahit pada 1375 M. Kemudian pemerintahan di Palembang diserahkan kepada bupati yang ditunjuk langsung oleh Majapahit. Namun, karena banyaknya masalah internal di kerajaan Majapahit membuat perhatian terhadap wilayah taklukkannya tidak berjalan baik, bahkan Palembang sempat dikuasai oleh pedagang Tiongkok.
Namun pada akhirnya Palembang kembali dikuasai Majapahit setelah mengutus seseorang panglima bernama Arya Damar. Di beberapa catatan sejarah disebutkan, Arya Damar dibantu oleh pangeran Kerajaan Sumatera Barat bernama Demang Lebar Daun.
Kemudian Arya Damar memeluk Islam dan mengganti nama menjadi Arya Abdillah. Setelah itu, Arya Abdillah mendeklarasikan diri sebagai penguasa Palembang tetapi masih belum ada struktur pemerintahan yang baik untuk bisa disebut sebagai kerajaan.
Lalu pada tahun 1659, Palembang resmi menjadi kerajaan bercorak Islam dengan nama Kesultanan Palembang Darussalam.
Silsilah Kesultanan Palembang Berikut ini raja-raja yang pernah memimpin di Kesultanan Palembang sejak didirikan hingga sekarang.
1. Ario Dillah 1455-1486 2. Pangeran Sedo Ing Lautan: 1587-1528 3. Ki Gede Ing Suro Tuo: 1528-1545 4. Ki Gede Ing Suro Mudo: 1546-1575 5. Ki Mas Adipati: 1575-1587 6. Pangeran Madi Ing Angsoko: 1588-1623 7. Pangeran Madi Alit: 1623-1624 8.Pangeran Seda Ing Pura: 1624-1630 9. Pangeran Seda Ing Kenayan: 1630-1642 10. Pangeran Seda Ing Pasarean: 1642-1643 11. Pangeran Mangkurat Seda Ing Rejek: 1643-1659
12. Kiai Mas Hindi (Sultan Abdurrahman): 1662-1706
13. Sultan Muhammad (Ratu) Mansyur Jayo Ing Lago: 1706-1718
14. Sultan Agung Komaruddin Sri Teruno: 1718-1727
15. Sultan Mahmud Badaruddin I Jayo Wikramo: 1727-1756 16. Sultan Ahmad Najamuddin I: 1756-1774 17. Sultan Muhammad Bahauddin: 1774-1803 18. Sultan Mahmud Badaruddin II: 1803-1821 19. Sultan Husin Dhiauddin/ Sultan Ahmad Najamuddin II (adik Mahmud Badaruddin II): 1812-1813 20. Sultan Ahmad Najamuddin III (putra Mahmud Badaruddin II): 1819-1821 21.;Sultan Ahmad Najamuddin IV (putra Sultan Ahmad Najamuddin II): 1821-1823
21. Sultan Mahmud Badaruddin III,
22. Prabu Diradja Al-Hajj (2003–2017)
23. Sultan Mahmud Badaruddin IV Jayo Wikramo RM Fauwaz Diraja SH Mkn.
Berikut peninggalan Sultan Palembang.
1. Masjid Agung Palembang Masjid Agung Palembang dibangun oleh Sultan Mahmud Badaruddin Jaya Wikrama bin Sultan Muhammad Mansyur Jaya Ing Laga atau dikenal dengan nama Sultan Mahmud Badaruddin I. Peletakan batu pertama dilakukan pada tanggal 15 September 1738. Dan pada hari Senin, 26 Mei 1748, Masjid Agung diresmikan.
2. Benteng Kuto Besak Benteng Kuto Besak terletak di tepi Sungai Musi dan dibangun oleh Sultan Muhammad Bahauddin yang memerintah pada tahun 1716-1803. Benteng Kuto Besak adalah keraton keempat dari Kesultanan Palembang yang diresmikan pada tanggal 23 Februari 1790.
3. Benteng Kuto Gawang Benteng Kuto Gawang merupakan keraton pertama dari Kesultanan Palembang sekaligus pusat pemerintahan. Lokasi Benteng Kuto Gawang cukup strategis dan secara teknis diperkuat dinding tebal dari kayu unglen dan cecurup yang membentang antara Plaju hingga Pulau Kemaro, sebuah pulau kecil yang letaknya di tengah Sungai Musi. Kini bekas lokasi Bentang Kuto Gawang sekarang dijadikan Pabrik Pupuk Sriwijaya.
4. Kompleks Makam Gede Ing Suro Di kompleks Makam Gede Ing Suro terdapat makam Kiai Gede Ing Suro Tuo beserta keluarganya, termasuk makam Pualang Cian Cin (Hasan I-Din Sontan) dan Raden Kusumoningrat. Lokasinya terletak di ujung Jalan Haji Umar, Kelurahan 3 Ilir, Kecamatan Ilir Timur II, Palembang.
5. Kompleks Makam Kawah Tengkurep Kawah Tengkurep merupakan nama sebuah kompleks makam Sultan Mahmud Badaruddin I, salah seorang penguasa Kesultanan Palembang pada abad ke-18.
Nama tengkurep dipakai karena pada atap yang menaungi makam Sultan Mahmud Badaruddin I terbuat dari beton berbentuk kawah yang tertelungkup.
6. Rumah Limas Rumah Limas merupakan rumah tradisional para penguasa Palembang yang muncul sejak Kesultanan Palembang. Sejak tahun 1932, Rumah Limas juga dikenal sebagai Rumah Bari, yang artinya rumah lama atau tua. (**)
Sultan Mahmud Badaruddin II Museum, A Place to Explore History of Palembang
Located on the riverbank of the Musi, the museum exhibits various collections ranging from archeology, ethnography, biology, arts and especially numismatics, the study or collection of currencies. Here, you can find many historical remnants from photo collections of the Kedukan Bukit inscriptions, ancient statues of Buddha and the Ganesha Amarawati, as well as various other remnants including those from the Sriwijaya era.
Originally called the Keraton Kuto Kecik or Keraton Kuto Lamo, this building along with the Palembang Grand Mosque was built during the era of Sultan Mahmud Badaruddin Jayo Wikramo. Distinct from other buildings of the same era that mainly uses woods, the palace was built with bricks. On 1842 the building was completed and was locally popular as the snail house (Rumah Siput).
As a site that was involved in so many historical events, the Sultan Mahmud Badaruddin II Museum is a display that elaborates various eras in history. As day turns into night, prep your camera to face the overall front view of the museum and wait for all lights to shine. When it does, check your camera’s LCDs and see what splendor you’ve captured. Museum Sultan Mahmud Badaruddin II is a perfect place to explore the history of Palembang. The architecture itself is unique as it is a combination of Dutch colonial and native Palembang Palace style.
To go to Palembang, take a flight to the Sultan Mahmud Badaruddin II International Airport. The airport is located on Tanjung Api-Api Street and is accessible from many countries including Malaysia, Singapore, China, and Thailand. The distance between the airport and the museum is about 6 km away. From the airport, take a taxi or a rented car.